Kota Bandung dan sekitarnya terancam diguncang gempa besar berkekuatan 7,5 pada skala Richter (SR). Ancaman ini bisa muncul, jika terjadi pergerakan di sejumlah lempeng penyusun patahan Cimandiri-Lembang. Jika ini terjadi, gempa besar tersebut akan mengguncang cekungan Bandung. Selain Kota Bandung, Cimahi, Padalarang, serta Lembang, gempa juga mengintai sejumlah wilayah di Sukabumi, termasuk Palabuhanratu.
“Sesar Cimandiri-Lembang masih tergolong aktif. Yang menjadi masalah terbesar, sesar ini dikelilingi wilayah padat penduduk, seperti Kota Bandung dan Kota Cimahi”, tutur pakar geoteknologi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Dr. Danny Hilman Natawidjaja, usai Seminar Mitigasi Bencana Geologi di Hotel Horison, Bandung, Rabu (23/5).
Sesar (patahan) yang memanjang dari Palabuhanratu Kab. Sukabumi hingga Maribaya Lembang itu tersusun oleh lebih dari lima segmen batuan. Salah satunya, Segmen Maribaya-Cimahi, yang panjangnya mencapai 25 km. Menurut Danny, jika terjadi secara bersamaan, pergerakan 3-4 segmen saja sudah bisa menimbulkan gempa dengan kekuatan mencapai 7,5 pada skala Richter.
Berdasarkan penelusuran PR, gempa berkekuatan 7-7,9 SR dapat mengakibatkan kerusakan serius pada areal yang cukup luas. Diperkirakan, gempa ini bisa menghancurkan sebagian besar gedung dan fondasinya. Bahkan, getarannya bisa menimbulkan retakan tanah di areal yang cukup luas. Kerusakan yang ditimbulkan bisa disetarakan dengan ledakan 160 juta ton TNT (trinitrotoluene).
Kalaupun yang mengalami pergeseran hanya satu segmen, menurut Danny, gempa yang ditimbulkan bisa mencapai 6 SR. Bahkan, jika Segmen Maribaya-Cimahi yang bergerak, kekuatan gempa bisa menembus angka 6,9 SR. Gempa ini cukup untuk menimbulkan retakan tanah dan menghancurkan bangunan dalam radius lebih dari 100 kilometer.
Sayangnya, menurut Danny, hingga saat ini sesar Cimandiri-Lembang belum mendapat perhatian serius dari pemerintah. Padahal, potensi bencana yang akan ditimbulkan akibat pergerakan sesar tersebut cukup besar. “Sejauh ini, pergerakan yang terjadi di sekitar patahan Cimandiri-Lembang memang masih relatif aman. Bahkan, berdasarkan data 100 tahun terakhir, belum diketahui adanya pergerakan yang bisa menimbulkan bencana besar”, tuturnya. Namun, mengingat padatnya wilayah di sekitar sesar alam itu dan tingginya potensi gempa yang bisa ditimbulkan, ia menyarankan agar pemerintah segera melakukan penelitian lanjutan.
“Bagaimanapun kita tinggal di areal rawan gempa. Kapan saja, sesar tersebut bisa mengalami peningkatan aktivitas,” tuturnya. Dia menilai, data yang ada saat ini belum mencukupi kebutuhan minimal untuk digunakan sebagai acuan melakukan tindakan pencegahan maupun langkah evakuasi. Padahal, selain kecepatan pergeseran, struktur tanah dan batuan yang ada di sekitar wilayah gempa juga memiliki andil yang besar untuk menentukan besarnya dampak yang ditimbulkan.
“Suatu gempa dengan kekuatan yang sama dapat menimbulkan efek yag berbeda, bahkan di dua lokasi yang jaraknya berdekatan sekalipun”, tutur Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta Dr. Antonius Ratdomopurbo. Walaupun sebuah bangunan yang berjarak 10 km dari pusat gempa rusak parah, menurut dia, tidak tertutup kemungkinan jika bangunan lain yang berjarak 3 km dari pusat gempa hanya mengalami retak ringan. Hal itu dipengaruhi susunan sedimentasi tanah yang ada di lokasi tersebut. “Karena itu, untuk melakukan mitigasi bencana perlu dilakukan penelitian secara menyeluruh, termasuk struktur sedimentasi yang membangun lapisan tanah di suatu daerah. Dengan demikian, pemerintah bisa dengan efektif melakukan mitigasi bencana,” katanya.
Penelitian menyeluruh di patahan Cimandiri-Lembang, menurut Danny, diperlukan untuk memprediksi sumber gempa, efek yang ditimbulkan, dan bagaimana kerusakan yang akan timbul. “Dengan demikian, proses mitigasi bencana bisa dilakukan dengan efektif dan efisien”, kata Danny. (A-150)***
0 komentar:
Posting Komentar